Langkah Prancis untuk Mengakui Negara Palestina Membuat Israel Khawatir
Prancis tengah mengupayakan dukungan dari sejumlah negara Eropa, termasuk Inggris, Belgia, dan Belanda, untuk secara resmi memberikan pengakuan terhadap kenegaraan Palestina dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dijadwalkan berlangsung bulan depan, sebagaimana dilaporkan oleh Middle East Eye.
Konferensi ini merupakan hasil inisiatif bersama antara Prancis dan Arab Saudi, dan akan mencakup delapan sesi diskusi meja bundar. Tujuan utama dari forum ini adalah menghasilkan "dokumen yang berorientasi pada tindakan" yang fokus pada penyelesaian damai konflik Palestina serta penerapan solusi dua negara.
Upaya Pengakuan Negara Palestina
Seorang diplomat Prancis yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Politico bahwa Presiden Emmanuel Macron ingin agar pernyataan bersama dalam konferensi ini dapat menjadi pemicu dimulainya kembali perundingan damai antara Palestina dan Israel yang selama ini terhenti.
Menurut diplomat tersebut, solusi dua negara saat ini sangat penting, bahkan lebih dari sebelumnya, namun juga dalam posisi yang paling terancam, mengingat berbagai kondisi seperti konflik bersenjata yang masih berlangsung, pengungsian besar-besaran warga Palestina, serta kekerasan yang dilakukan oleh kelompok pemukim ekstremis.
Macron memiliki pandangan bahwa pengakuan terhadap Negara Palestina dalam konferensi ini dapat diimbangi dengan langkah dari beberapa negara Arab yang memberikan pengakuan resmi terhadap Israel. Meskipun demikian, seorang diplomat dari Eropa menyatakan kepada Politico bahwa saat ini sebagian besar negara Arab lebih menekankan pada pemberian sanksi dibanding mengejar pengakuan kenegaraan bagi Palestina.
Prancis juga melakukan lobi kepada negara-negara Eropa seperti Inggris, Belgia, Portugal, dan Luksemburg agar bersedia mengakui Palestina sebagai negara dalam KTT tersebut. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk menghidupkan kembali proses perdamaian dan sebagai bentuk penolakan terhadap pembangunan permukiman Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Malta telah menyatakan kesediaannya untuk mengakui kenegaraan Palestina dalam pertemuan tersebut. Perdana Menteri negara itu bahkan mengkritik memburuknya kondisi kemanusiaan di kawasan. Prancis, Kanada, dan Inggris juga telah menyuarakan kritik terhadap perang yang dilakukan Israel di Gaza dan menunjukkan komitmen untuk mendukung kenegaraan Palestina sebagai bagian dari proses perdamaian.
Sampai saat ini, sebanyak 147 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara. Pada tahun lalu, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia turut menambah daftar negara-negara Eropa yang mengambil langkah serupa.
Reaksi dari Pihak Israel
Israel menyatakan penolakan keras terhadap langkah ini, dengan alasan bahwa memberikan pengakuan kepada Palestina sama dengan memberikan legitimasi kepada kelompok-kelompok bersenjata yang ada di wilayah tersebut.
Menurut laporan The New Arab, terdapat kekhawatiran yang meningkat dari pihak Israel bahwa konferensi PBB yang akan berlangsung pada 17–20 Juni di New York – yang diselenggarakan oleh Prancis dan Arab Saudi – dapat mendorong lebih banyak negara untuk secara resmi mengakui kenegaraan Palestina. Kekhawatiran ini juga didasari oleh dugaan bahwa langkah tersebut secara diam-diam mendapat restu dari Amerika Serikat, yang mungkin sedang berusaha menekan Israel untuk menghentikan operasi militer di Gaza, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 54.000 orang dan menuai kecaman global.
Israel dengan tegas menolak inisiatif ini, bahkan memperingatkan bahwa pengakuan tersebut bisa menjadi alasan untuk memperluas pencaplokan di Tepi Barat. Beberapa pejabat Israel, termasuk Duta Besar Danny Danon, tengah bekerja sama dengan Amerika Serikat guna menggagalkan langkah Prancis dan mencegah negara-negara lain memberikan dukungan terhadap kenegaraan Palestina dalam konferensi tersebut. Hubungan antara Israel dan AS pun mengalami ketegangan, terutama karena Washington melakukan kontak langsung dengan Hamas tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Tel Aviv, yang memperumit dinamika diplomatik kedua negara.
Sikap Tegas Prancis terhadap Israel
Kendati Prancis selama ini merupakan salah satu sekutu Israel, bersama Amerika Serikat dan Jerman, tindakan Israel di Gaza mendorong Prancis untuk menyampaikan peringatan paling tegas sejauh ini.
Dalam laporan Al Jazeera, Macron menyatakan bahwa Prancis mungkin akan mempertimbangkan pemberlakuan sanksi terhadap Israel jika pemerintah di Tel Aviv tidak segera menangani memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza. Saat kunjungan ke Singapura, Macron menyebut bahwa blokade yang berlangsung telah menciptakan kondisi yang sangat buruk, di mana warga Palestina terancam kelaparan dan kekurangan gizi parah.
Macron menegaskan bahwa "jika tidak ada tanggapan yang memadai dalam beberapa jam dan hari mendatang," maka Prancis bersama sekutunya harus mengambil sikap yang lebih tegas, termasuk kemungkinan menjatuhkan sanksi terhadap para pemukim Israel.
Presiden Prancis tersebut juga meminta agar anggapan bahwa Israel menghormati hak asasi manusia di Gaza segera diakhiri, dan berharap agar pemerintah Israel bersedia mengubah kebijakannya demi memungkinkan penanganan krisis kemanusiaan secara efektif.
Ia kembali menegaskan bahwa pengakuan terhadap negara Palestina merupakan "bukan hanya kewajiban moral tetapi juga kebutuhan politik," meskipun untuk itu diperlukan sejumlah syarat, seperti perlunya demiliterisasi Hamas. Pernyataan ini mencerminkan komitmen jangka panjang Prancis terhadap solusi dua negara sebagai jalan penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Pernyataan Macron ini disampaikan di tengah upaya global untuk meredakan krisis kemanusiaan di Gaza, yang hingga kini masih kekurangan bantuan karena gangguan keamanan dan kekacauan yang terjadi di lapangan.
Situasi di Gaza terus memburuk. Pada 2 Maret, Israel menutup akses perbatasan secara total, sehingga menghentikan masuknya bantuan internasional serta barang kebutuhan pokok seperti makanan, bahan bakar, dan produk sanitasi. Bahkan pada 1 April, seluruh 25 toko roti yang didukung oleh Program Pangan Dunia (WFP) di Gaza terpaksa ditutup karena kehabisan tepung terigu dan bahan bakar.
Kondisi tragis ini diperparah ketika upaya distribusi bantuan yang digagas AS dan Israel berubah menjadi kekacauan. Aksi saling dorong dan tembakan terjadi saat warga Gaza yang kelaparan berebut bantuan di depan fasilitas distribusi. Menurut laporan wartawan dan saksi mata, kekacauan tersebut dipicu oleh proses pemeriksaan keamanan yang memakan waktu lama terhadap para penerima bantuan.
Posting Komentar untuk "Langkah Prancis untuk Mengakui Negara Palestina Membuat Israel Khawatir"
Posting Komentar